Riset Komunikasi Beserta Analisisnya

Rezanda Surya Dinata / 185120200111050
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bismillahirrahmanirahim
Dalam melakukan sebuah penelitian, riset memiliki salah satu unsur yang sangat penting untuk dilakukan, karena jika sebuah penelitian tersebut dilakukan tanpa melakukan riset terlebih dahulu maka sebuah penelitian dapat dikatakan tidak teruji secara ilmiah. Maka dari itu, saya akan membahas sedikit dari berbagai macam riset yang dapat dilakukan dalam memulai penelitian. Menurut Kriyantono (2004) jenis riset dalam ilmu komunikasi memiliki banyak macam.
Tingkatan komunikasi terdiri berbagai unsur, yaitu kelompok, komunikasi interpernosal, organisasi maupun komunikasi massa (media massa). Sementara komunikasi dalam media meliputi berbagai bidang (jurnalistik, broadcasting), periklanan, public relations, komunikasi pemasaran, perilaku konsumen, dan lainnya. Metode anilisis isi dapat diaplikasikan untuk menganalisis isi media massa (misalnya, analisis isi berita yang dimuat Harian Republika) dan juga dapat digunakan untuk menganalisis isi pidato, menganalisis isi iklan atau menganalisis isi bulletin perusahaan.
            Perkembangan teknologi sangat berdampak pada perkembangan masyarakat pula, hal ini terjadi karena adanya perubahan aplikasi dalam bidang komunikasi. Sangat sulit untuk memisahkan definisi dari bidang public realtions, media massa, komunikasi interpersonal, dan sebagainya. Dengan adanya teknologi baru (contoh teknologi internet), teknologi yang baru menyebabkan terjadinya pergeseran dari peran media yang lama.
            Media memiliki studi yang bersumber pada dua perspektif yaitu khalayak media bersifat aktif dalam menerima pesan media dan perspektif selanjutnya menganggap khalayak itu bersifat pasif dan mudah dipengaruhi secara langsung oleh media. Perspektif yang pertama menganggap media memiliki pengaruh terbatas terhadap khalayak (limited effect) lalu perspektif selanjutnya menganggap media memiliki pengaruh yang besar (powerfull effect) dan tak terbatas (unlimited effect) terhadap perilaku khalayak.
Khalayak menurut McQuail (2000) adalah sekumpulan orang yang menjadi audien berbagai media atau komponen isinya. Secara garis besar terdapat dua tipe khalayak (audience), yaitu:
1.              General Public Audience, khalayak yang sangat luas misalnya pendengar radio.
2.              Specialized Audience, terbentuk dari beberapa macam kepentingan yang sama dari anggotanya sehingga terlihat sama (homogen). Perbedaan (heterogen) anggotanya terlihat dari umur, tingkat pendidikan, gaya hidup, dan sebagainya. Tapi mereka sebenarnya homogen dalam ketertarikan suatu bidang tertentu sehingga membuat mereka berbeda dengan definisi dari general public audience.
Khalayak pada dasarnya teradapat dalam berbagai teori yang ada di ilmu komunikasi seperti user & gratification, dependencym two step flow. Khalayak dalam aplikasinya dipandang sebagai anggota-anggota kelompok yang berbeda tiap karakteristiknya, dalam menerima pesan khalayak tersebut tidak berdiri sendiri maksudnya adalah terdapat faktor-faktor lain di luar dirinya yang sangat menentukan bagaimana dirinya mengolah pesan tersebut. Khalayak memiliki tingkat selektivitas yang tinggi, mereka dengan sesuka hati dapat mengganti interestnya setiap saat.
MODEL KOMUNIKASI PELURU (SATU ARAH)
Model ini merupakan model yang banyak digunakan untuk rise komunikasi di awal kemunculannya. Model ini ditemukan pada riset mengenai pengarh atau efek yang dapat diberikan media terhadap khalayak. Dalam hal ini, media dianggap memiliki pengaruh yang tidak terbatas atau unlimited effect atau pengaruh yang kuat (powerfull effect). Model ini beranggapan bahwa berbagai komponen – komponen yang menjalankan komunikasi (komunikator, pesan, dan media) mempunyai banyak pengaruh yang luar biasa dalam mengubah sikap dan perilaku khalayak. Model ini disebut Model Peluru karena komunikasi seakan – akan ditembakkan pada khalayak dan khalayak tidak dapat menghindar.
MODEL USES AND GRATIFICATION
Riset uses & gratification berangkat dari cara pandang bahwa komunikasi pada khususnya media massa tidak memiliki power dalam memengaruhi khalayak. Media dianggap berusaha untuk memenuhi motif khalayak, jika kebutuhan dari khalayak terpenuhi maka dapat dikatakan media tersebut efektif. Menurut dari para pendiri teori ini, Elihu Kalz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevich adalah meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, menimbukan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan, dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan.
Teori User & Gratification juga berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena mengacu apda kegiatan yang menggunakan media pula. Exposure bukan hanya menyangkut terkait apakah seseorang dekat dengan medianya tapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka terhadap pesan0pesan dari media massa tersebut. Exposure sendiri merupakan kegiatan mendengar, melihatm dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang terjadi pada individu atau kelompok. Terpaan media (media exposure) dapat dioperasikan menjadi jumah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara infividu konsumen media dengan isi mendia yang dikonsumsi atau dengan media keseluruhan (Rakhmat: 2001, 66).
Littlejohn (1996) mengatakan bahwa kepercayaan  seseorang tentang isi media dapat diperbaharui oleh (1) budaya dan institusi sosial seseorang, termasuk media itu sendiri; (2) keadaan-keadaan sosial seperti ketersediaan media; (3) variabel-variabel psikologis tertentu, seperti introvert-ekstrovert dan dogmatisme.
MODEL AGENDA SETTING

Agenda Setting adalah upaya media untuk membuat pemberitaannya tidak semata-mata menjadi saluran isu dan peristiwa. Ada strategi, ada kerangka yang dimainkan media sehingga pemberitaan mempunyai nilai lebih terhadap persoalan yang muncul. Idealnya, media tak sekedar menjadi sumber informasi bagi publik. Model Agenda Setting sendiri memiliki kesamaan dengan Metode Peluru dimana menganggap bahwa media massa memiliki peran untuk mempengaruhi khalayak. Perbedaannya adalah Teori Peluru memfokuskan pada sikap, pendapat dan perilaku. Sedangkan Agenda Setting mefokuskan pada kesadaran dan pengetahuan.
Agenda Setting juga dapat diteliti melalui riset secara kuantitatif dan kualitatif. Penggabungan dua metode tersebut untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya agenda media dan bagaimana pada proses selanjutnya setelah agenda media mempengaruhi agenda public semisal dikaitkan dengan terbentuknya opini public.

ANALISIS ISI KUANTITATIF

            Analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatualat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka darikomunikator yang dipilih. Menurut Budd (1967), analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatualat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka darikomunikator yang dipilih. Prinsip analisis isi:
1.              Prinsip Sistematik
Ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis. Periset tidak dibenarkan menganalisis hanya pada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya,tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diriset.
2.              Prinsip Objektif
Hasil analisis tergantung pada prosedur riset bukan pada orangnya. Kategori yang sama bila digunakan untuk isi yang sama dengan prosedur yang sama, maka hasilnya harussama walaupun risetnya berbeda.
3.              Prinsip Kuantitatif
Mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan. Diartikan juga sebagai prinsip digunakannya metode deduktif.
4.              Prinsip isi yang nyata
Yang diriset dan dianalisis adalah isi yang tersurat (tampak bukan makna yang dirasakan periset. perkara hasil akhir dari analisis nanti menunjukkan adanya sesuatuyang tersembunyi, hal itu sah-sah saja. Namun semuanya bermula dari analisisterhadap isi yang tampak.
Tahapan – tahapan dalam analisis isi sendiri adalah:
1.              Merumuskan masalah dimana masih berupa konsep – konsep. Misalnya bagaimana tingkat komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan anak saat anak berusia remaja? Disini ada satu konsep yaitu tingkat komunikasi yang harus di operasionalkan atau dicari apa saja yang termasuk tingkat komunikasi orang tua dan anak (kategorisasi)
2.              Menyusun kerangka konseptual untuk riset deskriptif (satu konsep' atau kerangkateori untuk riset eksplanasi (lebih dari satu konsep).
3.              Menyusun perangkat metedeologi
a)              Menentukan metode pengukuran atau prosedur operasionalisasi konsep, dalam hal ini konsep ini dijabarkan dalam ukuran tertentu, biasanya dalam bentuk kategori-kategori beserta indikatornya.
b)             Menentukan unit analisis, kategorisasi dan uji realibilitas.
Unit analisis adalah sesuatu yang akan dianalisis. Jika survei, survei unit analisis adalah individu atau kelompok individu, sedangkan analisis isi unitnya adalah teks, pesan atau medianya sendiri. 

ANALISIS ISI KUALITATIF

Analisis isi kualitatif disebut pula sebagai Etnographic Content Analysis yaitu perpaduan aalisis isi objektif dengan observasi partisipan. Artinya, istilah ECA adalah periset berinteraksi dengan material – material dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara mendalam sehingga pernyataan – pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis.
Analisis isi kualitatif bersifat sistematis, analitis tapi tidak baku seperti analisis isi kuantitatif. Kategorisasi hanya dipakai sebagai guide, diperbolehkan konsep – konsep atau kategorasisasi yang lain muncul selama proses riset. Banyak metode analisis yang berpijak pada dari pendekatan analisis isi kualitatif seperti analisis frqaming, analisis wacana, analisis tekstual, semiotic, analisis retorika, dan ideological criticalism.

ANALISIS FRAMING

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di analisis Framing realitas dimakai dan dikonstruksi dengan makna tertentu.
Secara metodologi analisis framing memiliki perbedaan yang sangat menonjol dengan analisis isi (content analysis). Analisis isi dalam studi komunikasi lebih menitikberatkan pada metode penguraian fakta secara kuantitatif dengan mengkategorisasikan isi pesan teks media. Pada analisis isi, pertanyaan yang selalu muncul seperti apa saja yang diberitakan oleh media dalam sebuah peristiwa? Tetapi, dalam analisis framing yang ditekankan adalah bagaimana peristiwa itu dibingkai.
Analisis framing yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan/ peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada masyarakat (Eriyanto, 2009:3). Metode analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai kasus/peristiwa yang diberitakan. Metode semacam ini tentu saja berusaha mengerti dan menafsirkan makna dari suatu teks dengan jalan menguraikan bagaimana media membingkai isu. Peristiwa yang sama bisa jadi dibingkai berbeda oleh media.
Menurut Robert N. Entman apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan menafsirkan realitas tersebut. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita.

ANALISIS WACANA
Analisis wacana merupakan sebuah kajian yang sering meneliti ataupun menganalisis bahasa yang akan digunakan secara alamiah,baik dalam bentuk tulis ataupun juga lisan terhadap para pengguna sebagai suatu elemen masyarakat. Kajian terhadap suatu wacana dapat akan dilakukan secara struktural dengan cara menghubungkan antara teks ataupun konteks, serta dapat melihat suatu wacana secara fungsional dengan menganalisis tindakan yang dilakukan seseorang untuk tujuan tertentu untuk dapat memberikan makna kepada partisipan yang juga terlibat. Data yang akan digunakan dalam analisis wacana yaitu dengan cara berfokus kepada pengkontruksian secara kewacanaan yang meliputi teks tulis yang berupa ragam tulisan, atau teks lisan yang berupa ragam tuturan. Analisis Wacana atau Discourse analisis ialah cara atau metode utk mengkaji wacana atau discourse yang ada atau terkandung dalam pesan-pesan komunikasi baik itu secara tekstual ataupun juga kontekstual.
            Nunan 1993 menyatakan bahwa analisis wacana adalah studi mengenai penggunaan bahasa yang memiliki tujuan untuk menunjukkan dan menginterpretasikan adanya hubungan antara  tatanan atau pola-pola dengan tujuan yang diekspresikan melalui unit kebahasaan tersebut.  Analisis wacana model Nunan ini dilakukan melalui pembedahan dan pencermatan secara mendetil elemen-elemen linguistik seperti kohesi, elipsis, konjungsi, struktur informasi, thema dsb untuk menunjukkan makna yang tidak tertampak pada permukaan sebuah wacana.
SEMIOTIK
Semiotika merupakan suatu kajian ilmu tentang mengkaji tanda. Dalam kajian semiotika menganggap bahwa fenomena sosial pada masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistemsistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkikan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Kajian semiotika berada pada dua paradigma yakni paradigma konstruktif dan paradigma kritis.
Analisis semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal – hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda. Karena system tanda siatnya amat kontekstual dan bergantung pada penggunaan tanda tersebut. Pemiukiran pengguna tanda merupakan hasil penagruh dari berbagai kontruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada.
MODEL ANALISIS SEMIOTIK CHARLES S. PEIRCE
Bagi Charles Sanders Peirce, prinsip mendasar sifat tanda adalah sifat representatif dan interpretatif. Sifat representatif tanda berarti tanda merupakan sesuatu yang lain, sedangkan sifat interpretatif adalah tanda tersebut memberikan peluang bagi interpretasi bergantung pada pemakai dan penerimanya. Semiotika memiliki tiga wilayah kajian:
a. Tanda itu sendiri. Studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna dan cara tanda terkait dengan manusia yang menggunakannya.
b. Sistem atau kode studi yang mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya.
c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja bergantung pada penggunaan kode- dan tanda
MODEL ANALISIS SEMIOTIK FERDINAND SAUSSURE
Menurut Saussure, tanda terbuat atau teridiri:
a.     Bunyi – bunyi dan gambar (sounds dan images) , disebut Siginifier
b.     Konsep – konsep dari bunyi – bunyian dan gambar (The concepts these sound and images) disebut signified berasal dari kesepakatan
MODEL ANALISIS SEMIOTIK ROLAND BARTHES
Menurut Roland Barthes, semiotika memiliki beberapa konsep inti, yaitu signification, denotation dan connotation, dan metalanguage,
1.     Signification: Menurut Barthes, signification dapat dipahami sebagai sebuah proses yang berupa tindakan, yang mengikat signifier dan signified, dan yang menghasilkan sebuah tanda.
2.     Denotation (arti penunjukan) dan Connotation (makna tambahan):  Dalam semiotika, denotation dan connotation adalah dua istilah yang menggambarkan hubungan antara signifier dan signified. Selain itu, denotation dan connotation juga menggambarkan sebuah perbedaan analitis yang dibuat antara dua jenis signified yaitu denotative, signified, dan connotative signified. Denotation dan connotation selalu digambarkan dalam istilah level of representation atau level of meaning.
3.     Metalanguage : Barthes mencoba untuk mengkonseptualisasikan mitos sebagai sebuah sistem komunikasi, oleh karena itu sebuah pesan tidak dapat mungkin menjadi sebuah obyek, konsep, atau gagasan, melainkan sebuah bentuk signification. Ia juga menganalisa proses mitos secara jelas dengan menyajikan contoh-contoh yang khusus.
            Berger (dalam Sobur, 2003, hlm. 18) mengungkapkan, “Semiotika menaruh perhatian pada apa pun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secaranyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan begitu, semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apa pun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan, sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran”.
TUJUAN ANALISIS SEMIOTIK
Berupaya untuk menemukan makna tanda termasuk hal hal yang tersembunyi yang ada di balik suatu berita, teks atau iklan.  Yang dimaksud dengan “Tanda” sangat luas, Peirce membedakan tanda menjadi 3 yaitu, lambing ( symbols), Ikon (icon), dan indeks. Dapat dijelaskan seperti:
1.              Ikon / Icon
          Ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan/similiarity bahkan menyerupai secara fisik dengan sesuatu yang diwakilinya. Tanda sebagai ikon memiliki arti yang sesederhana untuk mengkomunikasikan A maka diwakili oleh gambar A. Lukisan potret wajah yang menyerupai seseorang adalah ikon dari orang itu.
2.              Lambang / Simbol / Symbol
     Pengertian simbol atau lambang adalah tanda yang mewakili sesuatu berdasarkan kesepakatan-kesepakatan (convention) baik sengaja atau tidak disengaja, misalnya gedung sate mewakili Bandung. Seperti yang diutarakan oleh Hoet “Tanda juga dapat berupa lambang jika hubungan antara tanda itu dengan yang diwakilinya di dasarkan pada perjanjian/convention, misalnya rumah beratap gonjong mewakili Minang Kabau, (gagasan berdasarkan perjanjian yang ada dalam masyarakat.”(Hoet, 1999: 2).
3.              Indeks / index
Indeks adalah tanda yang yang mewakili sesuatu berdasarkan keterkaitan/contiguity yang biasanya terbentuk dari pengalaman seperti awan kelabu adalah tanda akan datangnya hujan.

MODEL ANALISIS SEMIOTIC CHARLES S. PIERCE
Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).
a)   Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta.
b)  Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api.
c)   Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbriter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
APLIKASI TEORI NICHE (EKOLOGI MEDIA) UNTUK MENGUKUR PERSAINGAN MEDIA
            Teori niche dapat digunakan untuk riset tingkat kompetisi antar media massa, baik itu surat kabar, radio maupun televisi. Teori ini juga dapat digunakan untuk mengukur persaingan anatra program PR beberapa perusahaan. Bagi praktisi PR, riset ini berguna sebagai upaya melakukan monitoring lingkungan eksternal, misalnya untuk mengukur persaingan dengan kompetitor . Teori Niche muncul dari disiplin ekologi. Menurut teori ini, untuk mempertahankan kelangsungan hifup tiap mahkluk hidup memerlukan sumber penunjang yang ada di alam sekitar.
Menurut Levin, sifat interaksi tersebut bergantung pada tiga faktor:
1.     Niche Breadth : Daerah atau ruang sumber penunjang kehidupan yang ditempati oleh masing-masing individu atau tingkat hubungan anatara populasi dengan sumber penunjang.
2.     Niche Overlap : Penggunaan sumber penunjang kehidupan yang sama dan terbatas oleh dua mahkluk hidup atau lebih sehingga terjadi tumpeng tindih atau derajat persamaan ekologis atau kompetisi anraepopulasi dalam memperebutkan sumber penujang
3.     Jumlah seluruh sumber daya yang dapat digunakan oleh seluruh populasi.
            Riset public relations dalam aplikasinya juga memiliki sifat-sifat yang diharapkan akan menjadi pedoman bagi para peneliti dalam melakukan penelitiannya. Riset public relations  memiliki dua sifat, yaitu sifat riset secara formal dan juga sifat riset secara informal. Berikut sifat dari riset:
A.    Riset Informal
     Merupakan sebuah riset yang dilakukan tanpa dibatasi oleh aturan – aturan baku dalam riset – riset ilmiah. Manajer PR dapat melakukan riset ini kapan saja dengan prosedur yang sederhana. Riset informal ini bisa disebut riset sehari – hari. Beberapa contoh riset yang merupakan riset informal antara lain :
Record Keeping
Ini adalah kegiatan yang paling mendasar yang dilakukan PR. Seorang PR harus membuat pencatatan atau perekaman terhadap segala aktivitas dalam perusahaan yang ditata dan disimpan rapi. Misalnya, kegiatan apa saja yang dilakukannya, apa saja prestasi perusahaan, siapa saja karyawan yang meraih prestasi, apa yang telah dicapai perusahaan, dan sebagainya. Record keeping ini sangat ber-manfaat ketika PR membuat profil perusahaan (company profile).
 Managing By Walking Around (MBWA) Ada kaitannya dengan kegiatan record keeping. Bedanya melalu MBWA, PR secara aktif dan berkala melakukan kunjungan ke divisi- divisi kerja dalam perusahaan (company visit). Pada masing-masing divisi, PR melakukan komunikasi personal (berdialog atau mengobrol santai) dengan para karyawan. Dari kegiatan ini PR akan mengetahui keluhan, keinginan, dan kebutuhan karyawan.
  Kotak Opini (Opinion Box), upaya GUNA mengumpulkan fakta-fakta, opini-opini, keluhan-keluhan, saran, dan kritik dari karyawan. Karyawan dapat menyampaikannya dengan menulis surat dan dimasukkan ke dalam kotak yang telah di- siapkan disejumlah tempat oleh PR. Penggunaan kotak pengaduan ini untuk memfasilitasi karyawan yang takut atau malu untuk menyam- paikannya secara lisan kepada manajemen. Kerahasiaan pengirim harus dijaga dengan baik oleh PR. Ini untuk mencegah adanya opini terpendam (latern opinion) dari para karyawan.
  Unobstrusive Measurement, merupakan riset yang memungkinkan PR umtuk menganalisis sescorang alau sesuatu (objek) yang lain tanpa mengganggu aktivitas yang diriset atau tanpa menginterupsi (menghentikan) kegiatan yang diriset. Misalnya, PR hotel ingin mengetahui apa saja kebiasaan para tamu hotel di pagi hari, dengan memasang kamera di lobi hotel.
    Publicity Analysis, riset ini merupakan analisis isi media, yaitu menganalísis isi media yang berkaitan dengan publisitas oleh media. Publisitas adalah sebuah proses di mana media-melalui pemberitaannya-menyiar- kan perusahaan. PR dapat menganalisis berapa sering press release yang dimuat media, berapa sering media meliput event yang diadakan PR, bagaimana opini publik tentang perusahaan atau apakah ada berita-berita negatif tentang perusahaan yang dimuat media. Misalnya, PR melakukan kliping rubrik “Surat Pembaca” yang berisi opini, keluhan maupun saran dari pembaca terhadap perusahaan..
B.  Riset Formal
   Merupakan riset yang dilakukan dengan menggunakan prosedur – prosedur ilmiah, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Berikut yang termasuk riset formal dalam public relations, antara lain:
-       Wawancara Mendalam Misalnya, melakukan wawancara mendalam dengan publik eks ternal tentang persepsi mereka terhadap promosi perusahaan.
-       Analisis Isi Digunakan untuk menganalisis isi komunikasi, baik tertulis ma pun lisan, antara lain pemberitaan media massa, isi pidato direksi, internal magazine, opini pembaca di surat kabar. Misalnya, melakukan perekaman dan analisis isi terhadap kecenderungan isu-isu yang dianggap penting oleh media selama 5 tahun terakhir
-       Survei Misalnya, melakukan survei tentang kepuasan organisasi yang dirasakan karyawan.
-       Focus Group Discussion (FGD) Misalnya, mengundang tokoh-tokoh masyarakat (agamawan, budayawan, akademisi, birokrat, ibu rumah tangga, dan lainnya untuk dimintai pendapatnya tentang suatu program yang akan di-launching. Misalnya, melakukan eksperimen tentang pengaruh pesan-pesan humas terhadap perilaku karyawan. Penjelasan masing-masing metode riset formal dapat dilihat pada bab sebelumnya. Dalam kenyataan, agar diperoleh data yang lebih mendalam, sering dilakukan riset dengan memadukan riset formal dan informal. Khusus untuk riset formal, terkadang manajer PR meminta bantuan lembaga konsultan PR atau lembaga riset profesional di luar perusahaan untuk melakukan riset. Tujuannya agar riset dilakukan secara profesional dan hasilnya benar-benar dapat diandalkan. Bila Manajer PR merasa dirinya dan para staf mempunyai kemampuan, maka PR dapat melakukan riset sendiri. Menyewa konsultan luar tentu memerlukan anggaran PR yang cukup besar
            Pelaksanaan kedua sifat riset di atas merupakan indikator untuk dapat menentukan karakteristik atau model komunikasi antara PR dan organisasi dengan publiknya. Menurut Newsom, dkk (1993: 105) organisasi yang model komunikasinya “one-way press-agentry” dan one-way public information” biasanya tidak pernah melakukan riset formal.


           




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Paradigma dalam Penelitian Komunikasi